Views: 15
Kalau Negara Wajibkan Pendidikan Spiritual Parenting Sejak Puber? Ini yang Bisa Terjadi!
Kita sering bicara soal pentingnya Spiritual Parenting—mempersiapkan jiwa calon anak bahkan sebelum dia lahir, dengan orang tua yang “nyala” dan terkoneksi dengan Nur Ilahi. Tapi, kita juga tahu, di tengah kesibukan dunia, hal ini sering terlupakan.
Nah, gimana kalau negara, dengan kebijakannya, turun tangan? Seandainya ada regulasi yang mewajibkan Pendidikan Spiritual Parenting sejak pubertas bagi setiap warga negaranya? Ini bukan lagi sekadar harapan, tapi sebuah visi yang bisa mengubah banyak hal!
Mencegah “Kebakaran Hutan” dari Bibitnya
Coba bayangkan. Saat ini, banyak masalah sosial, mental, dan krisis moral berakar dari kualitas individu dan keluarga yang rapuh. Ini seperti “kebakaran hutan” yang besar. Kita sibuk memadamkan apinya (misalnya, menangani perceraian, kenakalan remaja, atau masalah mental), tapi jarang banget fokus ke pencegahannya: memastikan bibit-bibit pohonnya (generasi muda) tumbuh kuat dan tahan api.
Mewajibkan pendidikan spiritual parenting sejak pubertas itu seperti menanamkan “sistem pemadam kebakaran” internal di setiap individu. Ini adalah upaya pencegahan yang paling fundamental.
Dampak Dahsyat jika Pendidikan Spiritual Parenting Jadi Wajib:
Jika negara hadir dan mewajibkan pendidikan ini, dampaknya bisa sangat luas:
- Membangun Fondasi Diri yang Kokoh: Sejak masa pubertas, setiap individu akan diajarkan bukan hanya soal perubahan fisik, tapi juga bagaimana mengenali diri sejati (ruh), memahami tujuan hidup, serta pentingnya menyucikan hati dan pikiran. Mereka akan dibimbing untuk memahami Nur Rahman dan Nur Rahim sebagai sumber kasih sayang Ilahi yang selalu meliputi. Ini akan membentuk generasi yang tidak mudah galau, punya arah hidup jelas, dan mental yang kuat menghadapi tantangan dunia.
- Melahirkan Calon Pasangan yang “Nyala”: Calon suami dan istri tidak lagi hanya mempersiapkan fisik atau materi pernikahan, tapi juga jiwa mereka. Mereka akan menyadari bahwa hubungan intim bukan sekadar biologis, melainkan momen sakral di mana dua jiwa “nyala” bertemu untuk memohon dan menyambut titipan jiwa baru dari Tuhan. Ini akan mengurangi kasus perceraian dan konflik karena fondasi spiritual yang kuat.
- Kelahiran Generasi “Cahaya” (Generasi “Nyala”): Dengan persiapan orang tua yang matang secara spiritual, maka anak-anak yang lahir berpotensi besar memiliki “koneksi” bawaan yang lebih kuat dengan fitrahnya. Mereka akan tumbuh sebagai individu yang:- Lebih peka terhadap kebaikan dan kebenaran.
- Punya hikmah (kebijaksanaan) dalam membedakan mana yang hak dan batil.
- Secara alami terdorong untuk berbuat ihsan (kebaikan yang berkualitas).
- Lebih mudah memahami bahwa mereka diliputi oleh Nur Ilahi, bukan merasa sendiri.
 
- Mewujudkan “Baldatun Thoyyibatun Ghafurur Rahiim”: Ketika setiap individu dan setiap keluarga dibangun di atas fondasi spiritual yang kuat, maka dampak kolektifnya akan terlihat dalam masyarakat. Masyarakat akan lebih:- Solid dan Bersatu: Karena setiap orang memahami makna “Abidun Wahidun” (satu kesatuan dalam ibadah dan tujuan).
- Penuh Keadilan dan Kasih Sayang: Karena hati yang bersih akan melahirkan perilaku yang baik.
- Produktif dan Kreatif: Dengan pikiran yang jernih dan tujuan yang mulia.
 
Pada akhirnya, regulasi seperti ini bukan hanya tentang “pendidikan keluarga,” tapi tentang investasi negara dalam membentuk karakter bangsa dari akarnya. Ini adalah upaya sistematis untuk melahirkan generasi Rahmatan lil ‘Alamin—yang membawa rahmat bagi semesta—sehingga cita-cita Baldatun Thoyyibatun Ghafurur Rahiim tidak hanya jadi mimpi, melainkan kenyataan yang kita bangun bersama.

 
								 
			 
			 
			