Views: 2
Menemukan Jati Diri dan Makna Hidup sebagai Kunci Menjaga Fitrah
Salah satu akar penyebab remaja “menyimpang” adalah kebingungan eksistensial—mereka tidak benar-benar mengenal siapa diri mereka, apa tujuan lahir ke dunia, dan bahkan seringkali tidak memahami mengapa orang tua mereka menikah. Berikut uraian faktor ini dan cara mengatasinya:
1. Krisis Identitas: “Siapakah Aku?”
- Kurangnya Refleksi Diri
- Tanpa bimbingan, remaja jarang didorong menulis jurnal atau berdialog tentang mimpi, nilai, dan kelebihan mereka. Akibatnya, mereka mengikuti arus teman sebaya.
- Identitas Terlalu Eksternal
- Banyak yang mencari jati diri lewat fashion, media sosial, atau geng sosial, bukan lewat pemahaman nilai agama dan hakikat kemanusiaan.
Solusi:
- Ajak remaja menulis “Biografi Mini”—menggali nilai, minat, dan impian mereka.
- Fasilitasi workshop self-discovery: tes bakat/minat, diskusi kelompok kecil tentang makna hidup.
2. Ketidaktahuan Akan “Misi Penciptaan”
Dalam perspektif Islam, manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah ﷻ (QS. al-Dzāriyāt [51]: 56). Bila remaja tidak mempelajari landasan ini, mereka kehilangan “kompas moral.”
Solusi:
- Kajian Aqidah Dasar: Mulai dari ayat dan hadits tentang tujuan penciptaan.
- Praktik Ibadah Berkesadaran: Shalat dengan tafakkur (perhatian penuh), zikir, dan tadabbur ayat yang menegaskan peran kita sebagai khalīfah di bumi.
3. Pemahaman Awal tentang Pernikahan Orang Tua
Orang tua menikah bukan sekadar memenuhi naluri, melainkan:
- Mewujudkan Sunnah Nabi ﷺ
- Menjaga Kesucian dan Keturunan
- Menjadi Madrasah Pertama bagi Anak
Jika anak tidak tahu peran suami-istri dalam mendidik generasi, mereka tidak melihat keluarga sebagai “sekolah karakter” dan justru mencari figur atau “keluarga” alternatif di luar rumah.
Solusi:
- Sesi Keluarga Terbuka: Orang tua menceritakan kisah pernikahan mereka—nilai yang ingin diteruskan, harapan untuk anak-anak.
- Proyek “Family Tree”: Remaja diminta menggambar silsilah keluarga, mencatat nilai dan kisah inspiratif dari kakek-nenek hingga orang tua.
4. Dampak Kebingungan Eksistensial pada Perilaku
- Kebutuhan “Diisi” Secara Berlebihan
- Tanpa arah, remaja mencari sensasi lewat pergaulan bebas atau konten ekstrem untuk “mengisi kekosongan.”
- Mencari Pujian & Persetujuan Eksternal
- Mereka lebih mempedulikan “likes” atau status geng daripada validasi dari nilai agama dan keluarga.
Solusi:
- Mentoring One-on-One: Guru, ustadz/ustadzah, atau psikolog anak memberikan perhatian khusus, mendengarkan keresahan mereka.
- Kegiatan Sosial Bermakna: Volunteer di panti asuhan atau program lingkungan, agar remaja merasakan arti memberi dan kontribusi nyata.
5. Langkah Praktis Membantu Remaja Menemukan Tujuan
- Peta Hidup (Life Map)
- Buat tiga kolom: “Talenta & Minat,” “Nilai & Keyakinan,” “Visi Masa Depan.” Isi secara berkala.
- Mentoring Spiritual Rutin
- Jadwalkan pertemuan mingguan membahas satu ayat Al-Qur’an yang menegaskan kodrat manusia—lalu diskusikan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
- Proyek “Legacy”
- Remaja merancang satu karya (artikel, video, karya seni) yang menggambarkan siapa dirinya dan bagaimana ia ingin diingat.
Kesimpulan
Kebingungan tentang “siapa aku” dan “untuk apa aku lahir” melemahkan keteguhan fitrah remaja. Dengan membekali mereka pemahaman mendalam tentang tujuan penciptaan, kisah dan nilai di balik pernikahan orang tua, serta fasilitasi eksplorasi diri, kita membantu mereka menemukan arah hidup yang kokoh—menghindarkan dari kenakalan dan menyimpang.
