Views: 1
Sejarah peradaban Islam mencatat perjuangan yang luar biasa dalam menjaga keaslian kalam Ilahi. Pada masa awal turunnya wahyu, Al-Qur’an dijaga dengan cara dihapal oleh para sahabat. Namun, seiring berkembangnya zaman dan banyaknya para penghapal yang gugur dalam berbagai pertempuran, muncul kesadaran mendalam tentang perlunya menjaga wahyu dengan lebih kokoh.
Berangkat dari tekad inilah, para sahabat di bawah kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq menginisiasi pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an dari dada para penghapal dan media-media sederhana seperti pelepah kurma, kulit binatang, batu, dan lembaran tulang. Sebuah perjuangan yang tidak mudah, penuh dedikasi dan tanggung jawab besar kepada Allah dan umat Islam generasi berikutnya.
Kemudian, pada masa Khalifah Utsman bin Affan, tantangan baru muncul berupa perbedaan bacaan (qira’at) di berbagai penjuru negeri Islam yang mulai meluas hingga ke Afrika, Eropa, dan Asia. Dengan hikmah yang mendalam, Khalifah Utsman membentuk sebuah tim yang dipimpin oleh sahabat Zaid bin Tsabit, bersama para sahabat mulia lainnya untuk menyeragamkan mushaf yang kini dikenal sebagai Mushaf Usmani. Inilah mushaf standar yang kemudian disebarluaskan ke seluruh wilayah Islam demi menjaga kesucian dan keseragaman bacaan Al-Qur’an.
Berabad-abad kemudian, pada abad ke-17, Eropa yang sedang mengalami revolusi ilmu pengetahuan dan percetakan, mulai menyadari betapa berharganya Mushaf Al-Qur’an sebagai sumber kajian. Mushaf cetakan pertama kali secara modern dilakukan oleh penerbit di Hamburg, Jerman pada tahun 1694. Inilah tonggak sejarah penting, Mushaf Usmani tercetak dan tersebar luas melalui teknologi cetak modern, menjadikannya lebih mudah diakses oleh umat manusia di berbagai belahan dunia.
Di Maroko, budaya menulis dan menghapal Al-Qur’an telah menjadi tradisi kuat yang terus lestari hingga kini. Sekolah-sekolah dan madrasah khusus didirikan untuk melestarikan hafalan Al-Qur’an, menggunakan metode tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Para santri tidak hanya menghapal tetapi juga menyalin Al-Qur’an dengan tulisan tangan yang indah, menjaga keotentikan dan keindahan kaligrafinya.
Al-Qur’an memiliki beberapa nama mulia yang mencerminkan keutamaannya, di antaranya adalah Al-Qur’an Al-Karim yang berarti “Al-Qur’an yang Mulia” merujuk pada keagungan isi dan pesan moralnya; Al-Qur’an Al-Kadim yang berarti “Al-Qur’an yang Abadi” menunjukkan sifatnya yang kekal, tidak berubah, dan relevan sepanjang zaman; dan nama-nama lainnya yang mengandung hikmah serta menunjukkan sifat keagungan Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam.
Untuk memperdalam pengetahuan mengenai sejarah perjuangan menulis ayat-ayat suci Al-Qur’an, berikut adalah tautan video edukatif yang dapat disimak:
Hari ini, di era digital, sejarah tersebut kembali menginspirasi generasi milenial, gen Z, dan gen Alpha untuk melanjutkan perjuangan menulis dan menghapal Al-Qur’an melalui kegiatan Khotmil Quran Bil Qalam dengan metode “Follow The Line.” Kegiatan ini dikemas secara digital dan interaktif dalam platform WordPress DIBILQA.ID (Digital Interaktif Tadabbur Iqra Bil Qalam), mendorong generasi muda untuk menginternalisasi nilai-nilai Al-Qur’an melalui metode modern yang kreatif dan inovatif.
Perjalanan sejarah panjang ini mengajarkan kepada kita bahwa kalam Ilahi senantiasa dijaga oleh Allah melalui ikhtiar terbaik manusia. Melalui DIBILQA.ID, kita kembali merenungi perjuangan besar ini, menghidupkan semangat tadabbur Al-Qur’an secara digital interaktif, mengokohkan kembali semangat generasi kini dan mendatang dalam menjaga Al-Qur’an hingga akhir zaman.
